Setelah mengalami guncangan ekonomi akibat pandemi COVID-19, dunia pun mulai mencari metode pemulihan di sektor bisnis, terumata cara belanja yang kini beralih ke sistem digital (e-commerce) yang tumbuh subur lewat transaksi keuangan melalui perbankan online.
Menurut laporan database Global Findex 2021 Bank Dunia, pada tahun 2021, 76% orang dewasa secara global memiliki rekening di bank, lembaga keuangan lain, dan/atau penyedia uang seluler. Angka ini melonjak dari 68% pada tahun 2017 dan 51% pada tahun 2011, di mana tren tersebut merata di banyak negara di dunia – terutama di Asia.
Oleh karena itu, perlu kita cermati kembali tren pertumbuhan digital payment manakala masa pandemi telah menurun, khususnya di kawasan Asia. Apakah digital payment masih berprospek besar di masa depan? Mari kita lihat di bawah ini.
INDONESIA
Hingga tahun 2019, uang tunai masih memegang peran penting, namun sejak awal pandemi, Bank Indonesia (bank sentral Indonesia) mencatat jumlah pengguna baru transaksi digital meroket hingga 21 juta di 2022.
Salah satu faktor yang mendukung pertumbuhan pesat tersebut adalah popularitas Quick Response Code Indonesia Standard (QRIS) oleh Bank Indonesia. QRIS adalah sistem kode QR yang dibuat oleh pemerintah, bertujuan untuk memfasilitasi pembayaran non tunai untuk 64,19 juta UMKM di seluruh wilayah.
Menurut Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI), jumlah transaksi QRIS domestik tumbuh dari 5 juta pada Januari 2020 menjadi 91,7 juta pada Agustus 2022. Total nilai transaksi juga naik dari Rp365 miliar menjadi Rp9,66 triliun.
Tapi apa yang akan terjadi di masa depan? Pada Agustus 2022, Gubernur Bank Indonesia Perry Warijyo mengklaim bahwa Gubernur BI Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, dan Filipina berkumpul dan berkomitmen untuk menghubungkan sistem pembayaran.
"Dalam waktu dekat, kelima negara akan dapat mendigitalkan sistem pembayaran lintas negara QR, pembayaran cepat dengan mata uang lokal yang sekaligus mendukung pariwisata, UMKM, dan ekonomi keuangan digital secara nasional," ujarnya.
INDIA
Menurut laporan Bank Dunia 2021, India adalah salah satu negara yang mengalami pertumbuhan paling signifikan dalam penggunaan pembayaran digital. Lebih dari 80 juta orang dewasa melakukan pembayaran pedagang digital pertama mereka setelah wabah dimulai, sementara 34% orang dewasa telah menggunakan akun mereka untuk melakukan atau menerima pembayaran (jumlah ini adalah 28% pada tahun 2017).
Dalam sebuah artikel yang diterbitkan pada Oktober 2022, Reserve Bank of India (RBI) menyatakan bahwa sistem pembayaran real-time mereka yang disebut Antarmuka Pembayaran Terpadu (UPI) telah meningkatkan volume pembayaran rata-rata India sekitar 50% selama lima tahun terakhir– menjadikannya salah satu tingkat pertumbuhan tercepat di dunia.
Transaksi di platform meningkat lebih dari dua kali lipat dalam satu tahun menjadi 5,89 miliar pada Juni 2022, sementara jumlah bank yang berpartisipasi melonjak 44% menjadi 330 pada periode yang sama. Selain itu, RBI juga memperkenalkan UPI untuk feature phone (perangkat lama yang tidak menggunakan layar sentuh) awal tahun ini, membuka kemungkinan untuk memberikan akses ke layanan keuangan bagi 400 juta orang di pedesaan.
Lembaga ini juga menaungi sejumlah sistem pembayaran yang beragam di bawah payung mereka, termasuk penerbit kartu dan debit terkemuka, penyedia layanan uang seluler, dan lainnya. RBI juga memperkirakan bahwa pengguna pembayaran digital individu dan pedagang akan terus tumbuh tiga kali lipat dalam lima tahun ke depan, yang diharapkan dapat meningkatkan adopsi digital oleh lebih banyak orang di negara ini.
CINA
Meskipun Cina telah mengadopsi pembayaran digital relatif awal di Asia dengan platform pembayaran online raksasa mereka seperti Alipay dan WeChat Pay, wabah COVID-19 telah mempercepat pertumbuhannya lebih jauh. Mereka akhirnya juga memimpin lonjakan transaksi online di seluruh dunia, mendorong inklusi keuangan secara keseluruhan di berbagai negara.
Pada tahun 2021, database Global Findex 2021 Bank Dunia mencatat bahwa setidaknya 100 juta orang dewasa Tiongkok mulai bertransaksi secara digital untuk pertama kalinya setelah dimulainya pandemi.
Selain itu, meluasnya penggunaan pembayaran digital telah mengurangi populasi yang tidak memiliki rekening bank di dalam negeri sekitar 42% dari 225 juta pada tahun 2017 menjadi 130 juta pada tahun 2021. Meskipun survei tersebut menyatakan bahwa ini hanya menyumbang 11% dari populasi orang dewasa di negara tersebut, angka tersebut merupakan masih diharapkan tumbuh karena infrastruktur digital negara terus berkembang di tahun-tahun mendatang.
THAILAND
Bank sentral Thailand mengatakan bahwa penggunaan pembayaran digital telah meningkat empat kali lipat sebelum pandemi dimulai. Laporan Indeks Pembayaran Baru Tahunan 2022 Mastercard yang kedua menemukan bahwa 94% konsumen Thailand telah menggunakan pembayaran digital (kode kode QR, dompet digital, dll), menempatkan diri mereka di posisi kesatu dari 40 negara yang disurvei.
PromptPay, sistem pembayaran real-time yang tersedia melalui semua bank Thailand, menyatakan bahwa transaksi harian di platform rata-rata mencapai 28 juta pada tahun 2021. Ini merupakan lompatan yang cukup besar dari tingkat pra-pandemi yang hanya 7 juta pada tahun 2019 dan 14,5 juta transaksi di tahun 2020.
Menurut Aileen Chew, Country Manager Mastercard untuk Thailand dan Myanmar, Thailand saat ini berada di garis depan pembayaran digital di Asia Pasifik– dan diperkirakan akan terus menjadi contoh utama tentang masa depan pembayaran digital.
Berdasarkan studi oleh Google, Asia diperkirakan akan mencapai nilai transaksi 2 triliun dolar AS pada tahun 2030. Perkembangan layanan keuangan digital masih kuat, saat yang tepat bagi Anda untuk siapkan cara bagi pelanggan untuk bertransaksi online.