Kita semua paham bahwa era transformasi digital akan menghadirkan banyak peluang dan kemudahan, namun juga memiliki tantangan. Salah satu tantangan terbesar digitalisasi adalah adanya oknum-oknum tidak bertanggung jawab yang memanfaatkan teknologi, celah keamanan dan ketidaktahuan konsumen untuk melakukan penipuan digital.
Apa Itu Penipuan Digital?
Penipuan digital adalah aktivitas yang dilakukan oleh orang-orang yang menggunakan internet untuk menipu uang atau informasi orang lain. Sementara itu kejahatan siber adalah aktivitas kriminal di mana komputer atau jaringan digunakan untuk merugikan individu atau bisnis. Ini dapat mencakup cyberstalking dan pelecehan online, serta penipuan digital.
Penipuan digital mencakup antara lain phishing, pencurian identitas, serangan ransomware, dan porting. Porting sendiri berarti seorang peretas yang mentransfer nomor ponsel dari satu penyedia layanan ke penyedia layanan lainnya untuk mengakses informasi pribadi dan keuangan.
Bagi individu yang telah ditipu melalui penipuan online, ini bisa membuat kesal dan mengkhawatirkan secara finansial. Untuk bisnis, penipuan digital tidak hanya menyedot keuntungan yang diperoleh dengan susah payah, berdampak negatif pada reputasi yang lama terbangun, tenaga, dan uang.
Jenis Penipuan Digital
Berdasarkan riset terbaru 'Digital Fraud in Indonesia: Mode, Medium, and Recommendations' yang disusun menggunakan metode survei online dengan non-probability sampling dari 1.700 responden di 34 provinsi di Indonesia, menggambarkan bahayanya penipuan di dunia digital.
Dari hasil tersebut, terdapat lima jenis penipuan digital yang paling banyak dialami responden yaitu penipuan berkedok hadiah (91,2%), pinjaman digital ilegal (74,8%), tautan berisi malware atau virus (65,2%), penipuan dengan kedok krisis keluarga (59,8%), dan investasi ilegal (56%).
Sedangkan lima jenis penipuan yang paling sedikit dialami responden antara lain penerimaan sekolah/beasiswa palsu (19,9%), penerimaan dalam proses rekrutmen pekerjaan (20,6%), pembajakan/peretasan akun dompet digital (25,6%), penipuan di bawah kedok cinta/romansa (27,7%), dan pencurian identitas pribadi (29,2%).
Penipuan berkedok hadiah merupakan jenis pesan penipuan yang paling sering diterima oleh responden karena sifatnya cenderung disampaikan secara acak dan massal melalui berbagai jenis media, terutama melalui fitur yang melekat pada setiap ponsel (nelpon atau SMS).
Kerugian dari Penipuan Digital
Selain itu, kerugian dari penipuan digital memiliki banyak variasi. Bagi setiap korbannya, penipuan digital tentunya dapat menimbulkan banyak kerugian, baik yang bersifat materi maupun moril.
Kerugian materi bisa berbentuk uang, barang, atau benda fisik lainnya. Sedangkan kerugian moril dapat berupa waktu, perasaan, kebocoran data pribadi, atau lain sebagainya.
Menariknya, penelitian ini mengklaim bahwa lebih dari separuh responden (50,8%) yang menjadi korban penipuan digital menyatakan 'tidak ada ruginya'. Dengan begitu, bisa dimaklumi jika sebagian responden merasa tidak ada ruginya karena merelakan dampak penipuan digital menjadai salah satu upaya agar cepat melupakan cobaan berat tersebut.
Di era digitalisasi, muncul kebutuhan untuk melindungi diri dari penipuan digital, seperti peniruan identitas, serangan phishing, malware, dan pencurian identitas. Penipu menjadi semakin cerdas, yang berarti tindakan pencegahan harus terus ditingkatkan dan mengantisipasinya.
Perangkat lunak yang dirancang khusus untuk secara otomatis mendeteksi dan menjatuhkan pihak yang melanggar adalah cara teraman dan paling efektif untuk menghindari penipuan digital. Waspadalah, teman-teman!